Minggu, 14 Januari 2018

Penampilan = Dewasa ?



Aku boleh nangis kan? Seseorang yang aku kenal pernah bilang kalau aku gak boleh malu untuk menangis. Jangan ditahan, karena menangis bukanlah sebuah dosa.

~~~
Aku heran, kenapa masih ada jenis manusia  yang memberikan komentar kepada orang lain seenaknya. Padahal aku ga minta nasihat tapi tetep aja nyosorin komentar yang ga perlu. Aku kan ga minta saran tentang kerudung. Kenapa harus bilang kalau kerudung pashmina yang saya pakai ini menandakan kalau belum dewasa (Saya kadang pakai pashmina, square, dan juga khimar). Aku tau bila dibandingkan denganmu, jilbabku yang ujungnya hanya sampai di siku lenganku ini  lebih pendek dibandingkan dengan jilbabmu yang ujungnya mendekati tanah itu.  Aku tahu jilbabku lebih banyak yang berwarna cerah sedangkan jilbabmu berwarna gelap. Dan kemudian kamu mulai membahas soal gesture ku yang kamu anggap dewasa. Iya, I know, kamu kemayu nan gemulai sedangkan aku banyak bicara dan gak bisa diam. Dan yang paling terakhir, kenapa kamu menghubungkan ukuran jilbab, model jilbab dan juga gesture ku dan alasan aku belum menikah sampai sekarang. 

Selanjutnya, kamu menyuruhku untuk merubah model jilbab yang aku pakai sekarang sehingga sejenis dengan jilbab yang kamu pakai sekarang dan juga menyuruhku merubah gesture. Heol. Kamu siapa sampai punya hak ngasih komentar dan nyuruh aku berubah?

Tapi kamu ga punya hak atau ga semestinya menyatakan kalau bahwa jilbab yang aku pakai sekarang ini menunjukkan kalau aku belum dewasa sehingga jadi penghalang mendapatkan jodoh. Jodoh itu rahasia ilahi, meski besok pagi aku merubah penampilanku, belum tentu juga besok malam ada yang datang melamar ku. Aku rasa kalian yang lebih paham tentang perjodohan di dalam Al-Quran.

Jika memang ada laki-laki yang berpikiran bahwa ukuran jilbab menandakan kedewasaan seseorang seperti yang kamu asumsikan. Maka, mungkin lelaki seperti itu bukan jodohku. Karena aku tak suka dengan orang-orang yang berpikiran sempit. Dan aku adalah aku. Aku mau merubah sesuatu yang ada dalam diriku karena keinginanku sendiri bukan untuk orang lain atau menyenangkan orang lain.

Terimakasih sudah memperhatikanku. Tapi maaf, aku tidak bisa menerima argumenmu. Tak apa-apa kan?

~~~
Readers, mari sama-sama saling mengingatkan agar berhati-hati mengomentari perkara hidup atau kepribadian orang lain. Itu bisa menyakitkan. Dan juga, jangan memperlakukan atau membandingkan kehidupan  orang lain dengan kehidupanmu. Setiap orang berbeda dan istimewa. Syukuri saja kalau kehidupanmu bahagia, jangan sampai berasumsi kalau kehidupan orang lain tak bahagia jika tidak memiliki apa yang kamu punya. Definisi bahagia setiap orang berbeda :D

Karena saat ini, aku pun sedang belajar berempati.

13 Juli 2017 - edited 14 january 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar