Sabtu, 10 Mei 2014

Tiga Minggu***



Tiga Minggu Sekali aku digilir...

Iya, beginilah nasibku kawan, tiga minggu sekali aku digilir. Kelian-kelian pasti kaget kan? bisa-bisanya seorang “Saya” mau-mau nya digilir tiga minggu sekali.  Mau bagaimana lagi, saya harus menerima keputusan ini dengan lapang dada dan penuh kesabaran. Apa segitu kejamnya kah takdir ini padaku? Tidak adakah pilihan lain? Tertanggal 28 April 2014 saya sudah menyatakan “siap” dalam urusan ini.

Saya sudah menerima maklumat dari BOS kalau tiga minggu saya akan bersama WASOR, setelahnya dia yang akan bersama WASOR. Perlu saya jelaskan disini WASOR itu panjangan dari “Wakil Supervisor” Program TB di tempat kerja. Jadi maksudnya, saya tiga minggu akan membantu di program pengendalian penyakit TB (Tuberculosis)-Kusta. Gak ada hubunganya dengan poligami, monogami, atau whateverlah. XD

WASOR...

Jujur aja nih ya, kalau ada penghargaan pegawai teladan, mungkin Bu Sol (Panggilan akrabku buat Wasor TB di tempat saya magang) yang akan jadi pemenangnya. Bagaimana tidak, beliau selalu datang sebelum jam masuk kantor yang normalnya bagi orang-orang jam 08.00. Beliau juga selalu pulang paling terakhir dibandingkan yang lainnya, jam pulang kantor normalnya adalah 14.00, namun beliau selalu pulang diatas jam 15.00 WIB, kadang sampai jam 21.00 WIB. Bahkan hari libur seperti hari minggu, sore harinya beliau sudah duduk manis di kantor mengerjakan tugas-tugasnya . Setiap kali ada libur tanggal merah keesokan harinya, beliau selalu histeris di kantor “Aku BENCI HARI LIBUR”. Aku bisa memahaminya, karena pekerjaan begitu banyak pekerjaan menanti.
Sudah berjalan 2 minggu saya di TB kusta, tidak banyak yang bisa saya lakukan untuk membantu beliau, namun selama 2 minggu ini saya mendapatkan 2 Pengalaman yang luar biasa.
Pertama :Selasa, 6 Mei lalu, saya mengikuti kegiatan survey penderita kusta di Desa Jingkang, Kecamatan Karang Jambu, Kab. Purbalingga, Jawa Tengah. Secara detail mungkin akan saya ceritakan di tulisan berikutnya bagaimana kami mengarungi bukit-bukit dan sampai di desa terpencil itu. Perjuangan yang luar biasa sampai akhirnya saya bisa melihat langsung bagaimana Mycobacterium Leprae itu membuat saraf-harinya saraf di tubuh mati dan membuktikan bahwa bakteri itu mampu menghilangkan jari-jari pemberian tak ternilai dari yang maha kuasa. Jangan tanyakan bagaimana kondisi fisikku setelah hari itu. Keesokan saya bolos ke kantor karena kakiku seakan-akan tak ingin berpaling dari kasur.
Inilah bocoran jepretan sebagian perjalanan itu :
Naik Turun Bukit
Persiapan Tim Sebelum Survey













Penemuan Kasus






















Kedua : Hari ini, Jum’at  9 mei 2014 saya sampai ketiduran di Musholla sore hari tadi demi menunggu pengepackan sputum (Dahak) penderita TB (Tuberculosis) yang sudah masuk kategori Suspek TB MDR (Multi Drug Resisten) untuk dikirim ke lab. Pengepackan baru dilakukan kira-kira jam 19.00. Saya hanya membantu checklist, menuliskan nama pasien dan asal Unit Pelayanan Kesehatan, Membantu menyiapkan peralatan tata laksana package. Melihat langsung juga bagian dari proses belajar lohh :D.  Saya banyak tutup mata saat pengepackan vaksin tadi, bukan karena di gedung paling belakang itu gelap dan sunyi tapi karena banyak kotak Sputum (Dahak). Iya, memang saya gak ada bakat buat nerusin profesi orangtua di bidang medis. Berikut beberapa hasil jepret yang sempat di dokumentasikan
Persiapan Packaging

















Ruang Vaksin : Mengambil Coolpack agar spesimen tetap aman dalam penyimpan

Ngomong-ngomong tentang ruang penyimpanan vaksin. Saya jadi ingat “Bapak”. Dulu, saat saya masih usia 5 tahunan. Listrik belum masuk di kampungku, saya dan adik kecilku yang berusia 3 tahun hampir setiap hari ikut Bapak mengecek vaksin di puskesmas, menyalakan kulkas kuno dengan bahan bakan minyak tanah, memastikan semua vaksin tetap bisa digunakan. Maklumlah, saat itu beliau masih di program vaksinasi. Kalau soal TB, beliau baru saja resign dari program TB dan sekarang hanya memegang program kusta. Hari ini saya sudah melihat bagimana sputum-sputum itu dikumpulkan padahal dulunya saya sering marah-marah kalau misal ada kotak Sputum pasien beliau yang tergeletak di meja. Maafkaeuunn Bapak...






Tidak ada komentar:

Posting Komentar